Pantai Mapaddegat, Kecamatan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah oase bagi penghuni ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai, Tuapeijat. Meski hanya menyajikan pantai dan ombak tok, ratusan orang memadatinya setiap minggu, termasuk para pegawai negeri yang bertugas di Mentawai dan keluarga mereka yang kebetulan berkunjung.
Hari libur, Sabtu dan Minggu, tatkala sore dan senja menjelang matahari terbenam adalah waktu terfavorit bagi para pengunjung untuk datang ke Pantai Mapaddegat. Mereka datang secara per orangan atau berkelompok. Jalan kaki, bersepeda motor atau mengendarai mobil dan menumpang angdes (angkutan pedesaan). Tua, muda, remaja, sampai anak-anak, lelaki perempuan senang sekali ke pantai ini. Mereka lalu mengambil tempat di pasir pantai yang lembut. Ada yang duduk memandang laut, ada yang bermain pasir, ada yang berbaring menikmati hembusan angin semilir, ada pula yang langsung buka baju dan menceburkan diri ke air laut yang tenang.
"Airnya bikin kita tergila-gila, begitu tenang dan menghangatkan," ujar Dewi, 23 tahun, anggota keluarga PNS yang bekerja di salah satu instansi. Dewi dan temannya Diana hanya mengunjungi saudaranya di Tuapeijat, tapi begitu melihat Mapaddegat mereka langsung kepincut.
"Nggak nyangka pantainya sebagus ini, padahal dulu bayangan saya tentang Mentawai ini aduuuh, pokoknya serba ketinggalan lah," katanya lagi.
"Pantai Tuapeijat juga bagus, tapi sayang masyarakat sekitar tidak menjaga kebersihannya, bahkan ada yang membuat kakus di pantai, sayang sekali padahal pasirnya jauh lebih halus dan bersih dibanding Pantai Mapaddegat," ujar Diana, 24 tahun, menambahkan. Tanpa segan-segan keduanya mengakui dibanding Pantai Padang (Taplau) Pantai Mapaddegat jauh lebih cantik.
"Kurangnya kan sarana kuliner dan akomodasi saja, selebihnya Mapaddegat toplah," kata Dewi.
Tak ada kata lain selain kata indah, cantik, mempesona ketika berkunjung. melihat dan menikmatinya. Ibaratnya Pantai Mapaddegat itu umpama gadis cantik alami, begitu indah dan anggun. Tanpa BB (bau badan) tentunya!
Pantai yang landai, berpasir halus, teluk yang tenang beriak kecil-kecil, deretan pohon kelapa yang menjadi pagar alami, membuat pengunjung betah. "Hari Minggu rasanya kurang lengkap bila tidak ke Pantai Mapaddegat", kata Ana (18 th), seorang remaja yang hampir tiap minggu sore nongkrong di pantai tersebut.
Sunset, Selancar, Voli Pantai dan Pacaran
Salah satu pesona Pantai Mapaddegat adalah sunset. Matahari yang berubah jingga lalu merah dan perlahan-lahan hilang di balik horizon adalah pemandangan yang tak puas-puasnya dinikmati pengunjung. Padahal sunset itu juga ada di pantai-pantai lain, cuma cara menikmatinya tak bisa disamakan dengan yang di Pantai Mapaddegat. "Bisa sambil tiduran sambil minum air kelapa muda," kata Ida dari Yayasan Citra Mandiri (YCM).
Pasangan muda juga suka sekali menelusuri pantai sambil mengikat janji. Mereka akan berjalan menyusuri garis pantai menuju ke utara. Di batu karang besar atau di pokok kelapa mereka berbagi pose, gantian berfotoria. Tapi karena bagian pantai yang itu sangat sepi banyak juga yang menggelincirkan diri, bermesraan tak terkendali. Sampai-sampai Mateus Samalinggai, artis Mentawai, mengeluh.
"Concaik begini nih yang bikin rusak pantai ini," katanya. Concaik adalah istilah yang dipopulerkan Mateus. Tapi yang namanya anak muda, susah melarangnya. Kerimbunan semak di bibir pantai itu benar-benar menggoda untuk dimanfaatkan. Seperti hotel gratis saja yang siap melayani pemadu cinta. Untuk mengatasi hal ini Plt Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mentawai, Drs M Tamba, mengatakan akan mengadakan semacam tim patroli pantai, yang akan merazia pantai secara berkala.
Banyaknya surfer (peselancar) yang datang untuk menikmati ombak Mentawai yang katanya nomor dua terbaik di dunia, telah menimbulkan virus surfing ke anak-anak setempat. Maklum, salah satu ombak favorit para surfer ada di lepas Pantai Mapaddegat, namanya teleskop. Panjangnya sekitar 100 meeter. Sepanjang sore di hari Minggu atau hari libur lainnya, para surfer lokal ini memadati muara Sungai Mapaddegat, berselancar di sana. Suaranya riuh rendah penuh gelak tawa dan keriangan bocah-bocah. Peselancar yang remaja lebih suka bermain di ombak yang kadang-kadang membesar saat pantai diterpa badai atau angin kencang.
Jaraknya yang tidak jauh dari pusat ibukota kabupaten, yakni sekitar 6 kilometer membuat Pantai Mapaddegat sangat mudah dicapai. Jalannya juga bagus karena sudah dirabat beton selebar kurang lebih 4 meter.
Bagi warga Dusun Mapaddegat, keindahan pantai ini sempat menimbulkan harapan, karena tahun 2006 Pemkab sempat membangun home stay seharga hampir Rp6 milyar, yang terus dibangun sampai tahun 2008, tapi kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban yang jelas, sehingga sekarang menjadi tempat favorit bagi sapi dan kambing untuk berkencan. Gabriela Sapitini dan Martina Kambing Meringis sering terlihat dibawa pacar masing-masing ke sana, karena di situ ada lapangan tenis yang sangat representatif untuk para tamu ekslusif dari mancanegara atau ibukota.
"Harapan kami sirna, karena Pemda lebih suka mengorupsi proyek tersebut," ujar seorang warga Mapaddegat yang mengaku bernama Martinus.
Seperti ingin menebus kesalahan, Drs Tamba mengatakan, berbagai upaya akan tetap dilakukan Pemkab untuk menambah daya tarik Pantai Mapaddegat. "Kita akan selenggarakan berbagai iven di pantai, seperti voli pantai, surfing contest, di samping patroli wisata dan penjaga pantai (baywatch). Itu sudah menjadi program dinas tahun ini," katanya.
Abrasi
Sayangnya ada satu warung di pantai tersebut. Itupun sederhana sekali. Makanan yang dijual tidak beragam dan tampak kurang memenuhi standar higienis.
Selain itu warga terus mengambil pasir pantai untuk dijual sebagai material bangunan. Lama-lama pantai tersebut dikuatirkan bisa rusak tak berbentuk dan masyarakat setempat akan kehilangan sumber ekonomi yang jauh lebih besar dibanding hanya sekedar pasir pantai. Ingat Pantai Gandoriah di Pariaman. Sekarang warga sekitar pantai itu sudah banyak yang kaya karena menjual nasi sek, bukan menjual pasir pantai. (Bambang Sagurung dan Imran Rusli)
Info untuk kenyamanan perjalanan wisata anda.
Hari libur, Sabtu dan Minggu, tatkala sore dan senja menjelang matahari terbenam adalah waktu terfavorit bagi para pengunjung untuk datang ke Pantai Mapaddegat. Mereka datang secara per orangan atau berkelompok. Jalan kaki, bersepeda motor atau mengendarai mobil dan menumpang angdes (angkutan pedesaan). Tua, muda, remaja, sampai anak-anak, lelaki perempuan senang sekali ke pantai ini. Mereka lalu mengambil tempat di pasir pantai yang lembut. Ada yang duduk memandang laut, ada yang bermain pasir, ada yang berbaring menikmati hembusan angin semilir, ada pula yang langsung buka baju dan menceburkan diri ke air laut yang tenang.
"Airnya bikin kita tergila-gila, begitu tenang dan menghangatkan," ujar Dewi, 23 tahun, anggota keluarga PNS yang bekerja di salah satu instansi. Dewi dan temannya Diana hanya mengunjungi saudaranya di Tuapeijat, tapi begitu melihat Mapaddegat mereka langsung kepincut.
"Nggak nyangka pantainya sebagus ini, padahal dulu bayangan saya tentang Mentawai ini aduuuh, pokoknya serba ketinggalan lah," katanya lagi.
"Pantai Tuapeijat juga bagus, tapi sayang masyarakat sekitar tidak menjaga kebersihannya, bahkan ada yang membuat kakus di pantai, sayang sekali padahal pasirnya jauh lebih halus dan bersih dibanding Pantai Mapaddegat," ujar Diana, 24 tahun, menambahkan. Tanpa segan-segan keduanya mengakui dibanding Pantai Padang (Taplau) Pantai Mapaddegat jauh lebih cantik.
"Kurangnya kan sarana kuliner dan akomodasi saja, selebihnya Mapaddegat toplah," kata Dewi.
Tak ada kata lain selain kata indah, cantik, mempesona ketika berkunjung. melihat dan menikmatinya. Ibaratnya Pantai Mapaddegat itu umpama gadis cantik alami, begitu indah dan anggun. Tanpa BB (bau badan) tentunya!
Pantai yang landai, berpasir halus, teluk yang tenang beriak kecil-kecil, deretan pohon kelapa yang menjadi pagar alami, membuat pengunjung betah. "Hari Minggu rasanya kurang lengkap bila tidak ke Pantai Mapaddegat", kata Ana (18 th), seorang remaja yang hampir tiap minggu sore nongkrong di pantai tersebut.
Sunset, Selancar, Voli Pantai dan Pacaran
Salah satu pesona Pantai Mapaddegat adalah sunset. Matahari yang berubah jingga lalu merah dan perlahan-lahan hilang di balik horizon adalah pemandangan yang tak puas-puasnya dinikmati pengunjung. Padahal sunset itu juga ada di pantai-pantai lain, cuma cara menikmatinya tak bisa disamakan dengan yang di Pantai Mapaddegat. "Bisa sambil tiduran sambil minum air kelapa muda," kata Ida dari Yayasan Citra Mandiri (YCM).
Pasangan muda juga suka sekali menelusuri pantai sambil mengikat janji. Mereka akan berjalan menyusuri garis pantai menuju ke utara. Di batu karang besar atau di pokok kelapa mereka berbagi pose, gantian berfotoria. Tapi karena bagian pantai yang itu sangat sepi banyak juga yang menggelincirkan diri, bermesraan tak terkendali. Sampai-sampai Mateus Samalinggai, artis Mentawai, mengeluh.
"Concaik begini nih yang bikin rusak pantai ini," katanya. Concaik adalah istilah yang dipopulerkan Mateus. Tapi yang namanya anak muda, susah melarangnya. Kerimbunan semak di bibir pantai itu benar-benar menggoda untuk dimanfaatkan. Seperti hotel gratis saja yang siap melayani pemadu cinta. Untuk mengatasi hal ini Plt Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mentawai, Drs M Tamba, mengatakan akan mengadakan semacam tim patroli pantai, yang akan merazia pantai secara berkala.
Banyaknya surfer (peselancar) yang datang untuk menikmati ombak Mentawai yang katanya nomor dua terbaik di dunia, telah menimbulkan virus surfing ke anak-anak setempat. Maklum, salah satu ombak favorit para surfer ada di lepas Pantai Mapaddegat, namanya teleskop. Panjangnya sekitar 100 meeter. Sepanjang sore di hari Minggu atau hari libur lainnya, para surfer lokal ini memadati muara Sungai Mapaddegat, berselancar di sana. Suaranya riuh rendah penuh gelak tawa dan keriangan bocah-bocah. Peselancar yang remaja lebih suka bermain di ombak yang kadang-kadang membesar saat pantai diterpa badai atau angin kencang.
Jaraknya yang tidak jauh dari pusat ibukota kabupaten, yakni sekitar 6 kilometer membuat Pantai Mapaddegat sangat mudah dicapai. Jalannya juga bagus karena sudah dirabat beton selebar kurang lebih 4 meter.
Bagi warga Dusun Mapaddegat, keindahan pantai ini sempat menimbulkan harapan, karena tahun 2006 Pemkab sempat membangun home stay seharga hampir Rp6 milyar, yang terus dibangun sampai tahun 2008, tapi kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban yang jelas, sehingga sekarang menjadi tempat favorit bagi sapi dan kambing untuk berkencan. Gabriela Sapitini dan Martina Kambing Meringis sering terlihat dibawa pacar masing-masing ke sana, karena di situ ada lapangan tenis yang sangat representatif untuk para tamu ekslusif dari mancanegara atau ibukota.
"Harapan kami sirna, karena Pemda lebih suka mengorupsi proyek tersebut," ujar seorang warga Mapaddegat yang mengaku bernama Martinus.
Seperti ingin menebus kesalahan, Drs Tamba mengatakan, berbagai upaya akan tetap dilakukan Pemkab untuk menambah daya tarik Pantai Mapaddegat. "Kita akan selenggarakan berbagai iven di pantai, seperti voli pantai, surfing contest, di samping patroli wisata dan penjaga pantai (baywatch). Itu sudah menjadi program dinas tahun ini," katanya.
Abrasi
Sayangnya ada satu warung di pantai tersebut. Itupun sederhana sekali. Makanan yang dijual tidak beragam dan tampak kurang memenuhi standar higienis.
Selain itu warga terus mengambil pasir pantai untuk dijual sebagai material bangunan. Lama-lama pantai tersebut dikuatirkan bisa rusak tak berbentuk dan masyarakat setempat akan kehilangan sumber ekonomi yang jauh lebih besar dibanding hanya sekedar pasir pantai. Ingat Pantai Gandoriah di Pariaman. Sekarang warga sekitar pantai itu sudah banyak yang kaya karena menjual nasi sek, bukan menjual pasir pantai. (Bambang Sagurung dan Imran Rusli)
Info untuk kenyamanan perjalanan wisata anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar